Kamis, 23 Juni 2011

Mutiara Hati

Awal semester merupakan hari-hari dimana sekolah tidak pernah sepi. Murid-murid sibuk melepas rasa rindu dan bebagi pengalaman liburan. Begitu pula Sakti, Arya, Mala, Ines, dan Jehan. Menurut pendapat mayoritas siswa di sekolah, mereka adalah sekelompok soulmate yang ditakdirkan untuk bersama. Bagaimana tidak, ke kantin selalu bareng, pulang sekolah bareng, nongkrong di mall juga bareng.
Persahabatan mereka dimulai sejak masih kecil. Kebetulan tahun ini kelimanya masuk ke kelas yang sama, XI IPA 9. Seperti halnya anak-anak lain, mereka tidak sabar untuk bertukar cerita setelah dua minggu tidak bertemu.Siang itu udara sangat panas dan cukup menguras keringat murid-murid. Kelima sahabat sedang berkumpul sambil menyantap rujak. Di sela-sela canda tawa dan keakraban mereka, tersimpan rahasia yang tertutup rapat, jauh di dasar hati Sakti. Perasaannya kepada Ines.
Perasaan itu muncul sejak bertahun-tahun yang lalu. Bahkan sejak mereka belum mengenal cinta. Meskipun perasaan itu begitu kuat, Sakti tidak pernah punya keberanian untuk mengungkapkan isi hatinya. Takut merusak persahabatan mereka, Sakti memilih memendam perasaannya sendiri. Baginya, bisa berada di sisi Ines setiap gadis itu membutuhkannya sudah lebih dari cukup.
Walaupun sudah bertahun-tahun berada di sisi Ines, Sakti baru saja mengetahui tipe pria idamannya yang sesungguhnya melalui obrolan ringan mereka sore ini. “Gue suka yang bawel, humoris, jago olahraga, dan pinter ngaji. Buat bekal masuk surga hehehe.” Ungkap Ines diselingi tawa renyahnya.
Malamnya, pengakuan singkat Ines terngiang-ngiang di otak Sakti. Bagaimanapun, perasaannya yang begitu kuat menginginkan dia menjadi seseorang yang didambakan Ines. Dia pun berusaha menjadi apa yang Inez inginkan. Di sisi lain, Arya yang merupakan sahabat terbaik Sakti juga melakukan hal yang sama, berusaha menjadi pria idaman Ines.
Jika Sakti memilih memendam perasaannya, lain lagi dengan Arya. Cowok playboy ini bertekad mendapatkan cinta Ines. Usahanya berhasil. Dalam beberapa hari, mereka resmi menjadi pasangan baru. Namun, Ines memilih merahasiakannya terlebih dahulu dari sahabat-sahabatnya. “Gue ga enak sama yang lain. Makanya jangan bilang siapa-siapa ya.” Pintanya kepada Mala.
Suatu siang  Sakti dan Jehan datang ketika Ines dan Mala sedang asyik mengobrol. Sebelumnya, Arya memberi tahu Jehan bahwa dia dan Ines telah resmi berpacaran. Tidak percaya pada perkataan Arya, Jehan memilih bertanya langsung pada Ines. “Nes, kata Arya kalian jadian? Memang benar?” tanyanya tanpa basa-basi. Pertanyaan ini kontan membuat Ines terkejut. Ia dan Mala memilih bungkam.
Sayangnya, diamnya Ines berarti ‘ya’ bagi Sakti. Ia pun pergi meninggalkan mereka dengan perasaan hampa.
Beberapa hari kemudian, sikap Sakti semakin janggal. Dia tidak berlama-lama di sekolah, tidak ikut acara teman-temannya, bahkan dia semakin jarang masuk sekolah. Hal ini membuat teman-temannya khawatir. “Sakti kenapa sih ngga masuk-masuk?” Jehan bertanya cemas.“Gue khawatir sama dia, gimana kalau kita jenguk?” usul Mala. Mereka setuju, tapi Arya dan Ines tidak bisa ikut. Hal ini membuat Sakti kecewa, suasana hatinya berubah sesaat setelah Jehan menjelaskan alasan mereka tidak ikut menjenguknya. “Sorry, kalian pulang aja ya, gue ngga enak badan,” ujar Sakti.
Kata-katanya itu membuat para gadis khawatir akan kondisi Sakti yang sebenarnya. Melihat Sakti yang tampak sedang bad mood, mereka mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih jauh.
Keesokan harinya, Sakti masuk sekolah sesuai janjinya. Tetapi dia tidak seperti biasanya. Kelihatan lesu, tidak bersemangat, dan sering memakai jaket padahal suhu udara sedang tinggi. Sikapnya pun menjadi defensif dan lebih pemarah dari biasanya, terutama kepada Arya. Perubahan sikapnya ini menimbulkan tanda tanya bagi sahabat-sahabatnya. Namun, sikap baru Sakti yang mudah tersinggung membuat mereka enggan bertanya.
Akhirnya, hari ulang tahun Sakti tiba. Sahabat-sahabatnya menganggap ini adalah momen yang tepat untuk memperbaiki hubungan persahabatan mereka yang sedikit merenggang beberapa hari belakangan. Mereka berencana datang ke rumah Sakti, memberikan kejutan di hari ulang tahunnya yang ke-17.“Sakti paling suka kue coklat,” ujar Ines sambil tersenyum tulus. Dia tahu rasa kue kesukaan Sakti, minuman favoritnya, bahkan acara tv yang selalu ditontonnya di hari Minggu. Namun,dua hal  yang tidak ia ketahui adalah perasaan Sakti kepadanya dan apa yang Sakti lakukan di belakangnya. Narkoba. Ya, barang haram yang mereka semua janji tidak akan pernah menyentuhnya.
Pagi itu, 31 Maret 2011, hari ulang tahun Sakti yang ke-17. Keempat sahabatnya datang ke rumah Sakti, siap memberikan kejutan baginya. Namun, yang justru dilihat mereka bukanlah wajah Sakti yang berseri-seri menyambut mereka, melainkan pemandangan Sakti yang sedang sekarat dengan sebuah jarum suntik di dalam genggamannya. Pemandangan yang tidak pernah mereka harapkan sebelumnya.
Suasana kontan menjadi kacau. Mala menangis, Ines dan Jehan membombardir Sakti dengan berbagai pertanyaan, sementara Arya sibuk menyalahkan Sakti atas tindakan bodohnya. Keadaan Sakti tidak tertolong lagi, ia menghembuskan nafas terakhir di saat teman-temannya sibuk bertengkar.
Seusai pemakaman, Mala, Ines, Jehan, dan Arya kembali berkumpul di rumah Sakti. Masih dalam keadaan terpukul, mereka memutuskan mencari tahu penyebab Sakti memakai narkoba. Pencarian mereka berujung pada sebuah buku harian. Perlahan mereka membuka, membaca halaman demi halaman, hingga akhirnya sampai di halaman yang menjelaskan segalanya.
Ines Valerina. Tidak ada kata-kata yang bisa menjelaskan betapa cantiknya dia. Sikapnya yang sungguh ramah... andai aku punya keberanian untuk menyatakan cintaku. Ya, seandainya....
Ines menutup buku, tidak sanggup membaca lebih jauh. Air matanya mulai menetes, Mala dan Jehan terisak kencang di sisinya. Arya menyandarkan kepalanya, frustasi. Ia sama sekali tidak pernah menyangka bahwa hubungannya dengan seorang gadis akan menjadi alasan kematian sahabatnya

1 komentar: